BREAKING NEWS

Join the Club

Minggu, 25 Januari 2015

Belajar dari Vietnam Melindungi Etnik Cham yang Minoritas

Makam Putri Cempo (Foto: Tamam Mubarak/detikcom)

Jakarta - Pernah mendengar tentang Kerajaan Champa dari Indochina? Putri dari Champa ini pernah menikah dengan raja Majapahit Brawijaya V yang makamnya masih bisa ditemukan di Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur. Kini keturunan Kerajaan Champa masih bertahan di Vietnam dengan keunikannya.
"Mereka (etnik Cham) ini menarik. Orang-orang yang tersingkir dari suku aslinya terus bagaimana dia berjuang dari nol, bekerja keras untuk mencapai kehidupan yang lebih baik," ujar salah satu dari tim peneliti Pusat Penelitian Sumber Daya Regional (P2SDR) LIPI, Betti Rosita Sari.
Hal ini diungkapkannya usai memaparkan hasil penelitian dalam seminar di Gedung LIPI, Jl Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Selasa (16/12/2014). Betti bersama Yekti Maunati dan Amorisa Wiratri meneliti tentang keunikan budaya etnik Cham selama 5 tahun terakhir. Kelompok etnik Cham sendiri tersebar ke beberapa negara antara lain Malaysia dan Kamboja.
Mereka terdiri dari 3 kelompok, yakni Cham Islam, Cham Awal (Cham Bani) dan Cham Ahir (Cham Hindu). Di mana masing-masing kelompok memiliki keunikan sentuhan budaya lokal tersendiri dalam ritual beragamanya.
Misalnya, etnik Cham Awal (Cham Bani) tidak melakukan sembahyang 5 kali sehari layaknya umat muslim pada umumnya, melainkan satu kali yaitu saat Salat Jumat saja. Selain itu dalam bulan Ramawan (Ramadan bagi Cham Islam) mereka tidak berpuasa, hanya imam (orang yang dituakan dalam keluarga) berpuasa mewakilinya.
"Mereka memiliki tradisi campuran Islam dengan tradisi asli Cham peninggalan nenek moyangnya. Ya sedikit banyak menyerupai Kejawen, walaupun nggak sama persis," lanjutnya.
Meski keberadaan mereka minoritas, namun etnik Cham dapat hidup damai dan membaur dengan penduduk lainnya. Bahkan, saat ini pemerintah Vietnam mengeluarkan kebijakan untuk mempromosikan keunikan etnik minoritasnya di negaranya agar dapat mempertahankan budayanya. Betti mengatakan pelajaran ini bisa dipetik untuk Indonesia. Terlebih, negeri ini juga hidup dalam heterogenitas yang tinggi dan terdiri banyak budaya."Pelajaran bagi negara Indonesia sebagai multikultur ya. Semua etnik, ras dan agama itu kedudukannya sama di mata negara sehingga tidak boleh ada pembedaan apalagi diskriminasi terhadap kaum minoritas," pungkasnya.Di Indonesia, jejak Kerajaan Champa terlihat dari makam Putri Champa atau Putri Cempo. Menurut buku yang ditulis Slamet Muljana berjudul "Runtuhnya kerajaan Hindu-Jawa dan timbulnya negara-negara Islam di Nusantara", merujuk Babad Tanah Jawi/Serat Kanda, putri Champa yang menikah dengan Raja Majapahit Angkawijaya, bernama Dwarawati hingga melahirkan Retna Ayu. Putri Champa Dwarawati mangkat 1320 Tahun Saka dan dimakamkan secara Islam di Citrawulan (kini Trowulan).
 makam Putri Champa ini yang dimakamkan berdampingan dengan suaminya Raja Majapahit Prabu Brawijaya V. Putri Champa ini merupakan bibi dari Sunan Ampel dan ibu dari Raden Fatah, Sultan Demak pertama.
Putri Campo sendiri dimakamkan di Dusun Unggahan, Desa/Kecamatan Trowulan Mojokerto. Di pelataran makam ini, terdapat dua makam yang berada di posisi paling atas, yakni Makam Putri Campo dan Prabu Brawijaya V alias Damar Wulan.
Makam Putri Campa sendiri ditandai dengan nisan hanya di bagian kepala saja. Sementara Prabu Brawijaya V ditandai dengan dua nisa di kaki dan kepala. Kedua makam ini terletak di tengah-tengah makam Islam kuno. Selain itu, makam juga sangat dekat sekali dengan Candi Menak Jinggo.
Putri Campo adalah pemeluk agama Islam. Konon, dia diyakini mampu mengajak Prabu Brawijaya V untuk memeluk agama Islam setelah menikahinya. Sebab, dalam ajaran Islam, pernikahan beda agama merupakan larangan.Dalam Serat Darmogandul Pupuh 20, terdapat riwayat yang menceritakan detik-detik akhir hayat Prabu Brawijaya V. Dalam Serat itu, raja tersohor Majapahit ini meminta dimakamkan sesuai ajaran Islam.

Posting Komentar

 
Copyright © 2015 MOJOKLIK