BEJO –
Proses pencairan dana santunan kematian di Kota Mojokerto ternyata
tidak seperti yang diharapkan dan cenderung ruwet. Setidaknya hal itu
terjadi sejak dua tahun terakhir.
Masalahnya, uang
santuan Kematian sebesar Rp 250 ribu yang diberikan kepada keluarga
warga Kota Mojokerto yang meninggal dunia itu terkesan cukup sulit untuk
dicairkan.
Kondisi
ini tidak semudah yang dijanjikan penggagasnya, Abdul Gani Suhartono,
mantan walikota Mojokerto beberapa tahun silam. Dana yang dipasok APBD
itu baru bisa direalisasi jika sudah terkumpul sedikitnya 20 pengajuan.
Atau pencairan dana dilakukan jika sudah ada 20 warga yang meninggal
dunia.
Tak
pelak, birokrasi yang berbelit dan kaku yang diterapkan Pemkot untuk
pencairan santunan kematian ini terus menuai kecaman warga. Tak hanya
pencairan dana yang memakan waktu lama, kesan diombang-ambing birokrasi
pun tak terelakkan. Bambang salah seorang ketua RT di lingkungan
Kemasan, Blooto, Kecamatan Prajurit Kulon mengungkap, salah satu
keluarga warga yang meninggal tahun 2014 lalu, hingga saat ini belum
menerima santuan. Pihak kelurahan terkesan lepas tangan.
“Kata
pihak kelurahan saya diminta untuk menanyakan langsung ke bagian Kesra.
Namun jawaban dari Kesra harus menunggu minimal harus ada 20 orang
meninggal, kemudian baru diajukan pencairannya. Ini konyol,” ujar Bambang..
Menurutnya, program santunan kematian tidak bisa diharapkan lagi untuk
meringankan beban warga yang tengah berduka. “Kalau tidak lancar begini,
ya dihapus saja daripada membingungkan masyarakat,” tegasnya.
Dikonfirmasi masalah ini,
Kabag Kesra Sekkota Mojokerto, Zuhrini membenarkan jika harus menunggu
20 korban meninggal dunia untuk mencairkan dana kematian. "Tidak bisa
saya mencairkan satu - satu pengajuan," elaknya. Sebenarnya, lanjut
Zuhrini, dana bantuan kematian berada di pos anggaran kelurahan. Karena
kelurahan sekarang sebagai kuasa pengguna anggaran. "Anggarannya itu
sebenarnya ada di kelurahan. Kesra hanya bertugas mengajukan ke DPPKA
(Dinas Pendapatan Pengelolahan Keuangan dan Asset, red)," tandas
Zuhrini.
Secara
terpisah Kepala DPPKA Pemkot Mojokerto Agung Mulyono menandaskan jika
tidak ada alasan untuk memperlambat pencairan dana yang sudah
dialokasikan dalam Dokumen pelaksanaan anggaran (DPA). "Sejak awal
tahun, setiap Pengguna Anggaran (PA) itu kita berikan UP (Uang
Persiapan, red) untuk biaya operasional. Termasuk kelurahan juga kita
berikan UP," tuturnya.
Jika
alasan kelurahan ataupun kesra kehabisan dana operasional senilai UP,
menurut Agung juga tidak masuk akal. "Ketika UP sudah terpakai 75
persen, PA bisa langsung mengajukan GU (ganti uang, red), jadi tidak
alasan kalau kehabisan atau keterlambatan dana itu," terang mantan kabag
hukum Pemkot Mojokerto ini.
Sementara
itu kalangan Dewan setempat pun bersungut dan menilai Pemkot mulai
mlempem mengawal program yang ditopang APBD tersebut. Hardiyah Santi
wakil ketua komisi III (bidang kesra) DPRD kota Mojokerto terkejut
mendapat informasi mekanisme pencairan dana kematian tersebut. "Saya
akan cek ke bagian kesra, apa alasan keterlambatan pencairan dana
bantuan kematian. Karena kita kan sudah menyetujui anggaran itu dalam
APBD 2015," tegas politisi Partai Golkar ini.
Jika
diperlukan, lanjut Santi, Komisi III akan memanggil semua yang
berhubungan dengan pencairan dana kematian itu. Mulai dari kelurahan,
kecamatan, bagian kesra hingga DPPKA. "Kita akan meminta penjelasan
semuanya. Jangan sampai masyarakat dirugikan dengan keterlambatan itu,"
pungkas anggota dewan dua periode ini. (wes) (BACA SUMBER ASLINYA DISINI)